Pemuda merupakan elemen penting dalam masyarakat. Keberadaannya dapat dikatakan
sebagai jembatan antara rakyat dengan penguasa. Dianggap sebagai kelompok
intelek yang memiliki daya pikir kritis, inovatif serta sadar akan tanggung
jawab moralnya di masyarakat. Pemuda dilegitimasi sebagai agen perubahan (agent
of change). Dalam konteks historis Indonesia pun mendukung hipotesis
tersebut. Masih segar di ingatan bagaimana gerakan mahasiswa dan kepemudaan
tahun 98’ mampu melakukan sebuah perubahan – reformasi yang sangat dinantikan
oleh rakyat yang sudah jengah dengan rezim penguasa. Meskipun telah berlalu
hampir dua dekade, memori kolektif tersebut masih utuh berada dalam diri Bangsa
Indonesia. Itulah kondisi ideal atau apa yang seharusnya berada dalam diri
pemuda – status dan perannya sebagai agen perubahan.
Namun, realitas menunjukkan bahwa pemuda sekarang bukanlah yang dahulu. Status
dan peran yang disandangnya semakin kabur, luntur dan menyimpang. Kualitas
pemuda secara individual pun secara kolektif dapat dikatakan memprihatinkan.
Sudah sangat langka menemukan pemuda yang tangguh pikiran dan kesadarannya.
Bangsa Indonesia kini seakan tidak mampu menghasilkan agen perubahan yang
mumpuni. Darma pendidikan dan pengajaran, dan darma tanggung jawab moral yang
coba ditransmisikan oleh Bangsa Indonesia seakan tidak diinternalisasi ke dalam
diri pemuda. Sehingga pada praksisnya, proses tersebut tidak dapat
dimaksimalkan untuk menghasilkan pemuda sebagai agen perubahan.
Modal sosial bagi Fukuyama (2005) ialah serangkaian nilai dan norma tidak
tertulis yang dipegang bersama oleh suatu kelompok sebagai pondasi kepercayaan
yang memungkinkan adanya kerjasama di antara mereka. Dari situ, setidaknya ada
tiga unsur yang menjadi indikator kunci dalam
mengukur modal sosial: nilai dan norma, kepercayaan dan jaringan. Ketiga unsur
tersebut merupakan proses pembentukkan yang saling terkait. Norma-norma di satu
sisi melandasi timbulnya – pondasi kepercayaan yang diwadahi oleh sebuah
jaringan sosial. Jaringan sosial dapat terbentuk ketika ada norma-norma yang
mengikat dan akhirnya menciptakan kepercayan. Kepercayaan mampu melahirkan
norma-norma formal dan informal bersama yang disepakati demi membangun jaringan
sosial yang lebih luas. Intinya, ketiga unsur modal sosial tidak berdiri
sendiri-sendiri. Mereka merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi.
Untuk mengembalikan kondisi ideal pemuda maka diperlukan optimalisasi potensi
modal sosial. Dengan kualitas modal sosial yang baik, proses menjalankan darma
bakti Bangsa Indonesia yang bersinergi dengan aspek-aspek ke-ilmuan, ke-Islaman
dan ke-Indonesian di Indonesia akan maksimal.
Berangkat dari hal-hal yang telah diutarakan, saya pikir perlu adanya optimalisasi wadah pembentukan modal
sosial pemuda dalam menjalankan Darma Bakti Indonesia dengan mengintegrasikan
aspek ke-ilmuan, ke-Islaman dan ke-Indonesian agar berguna bagi kehidupan
masyarakat. Dapat dikatakan bahwa dalam mentransmisikan
nilai-nilai ke-ilmuan demi meningkatkan kualitas human capital sehingga
tercipta pemuda yang kritis, inovatif, kompeten dan memiliki tanggung jawab
moral serta sadar akan perannya sebagai agent of change di masyarakat,
yakni memiliki kiat-kiat sebagai berikut:
- Membentuk jaringan sosial – bekerja sama dengan instansi pemerintah maupun swasta, kelompok masyarakat dan komunitas kepemudaan di tingkat nasional.
- Membangun kepercayaan (Trust Building) dengan pemerintahan, komunitas kepemudaan yang bernilai positif, dan masyarakat agar pemuda tidak lagi dianggap sebagai sampah masyarakat. Membangun kepercayaan tersebut dapat dilakukan dengan menjalankan pekerjaan dibawah naungan instansi pemerintah, bergabung dengan komunitas kepemudaan yang bernilai positif seperti komunitas minat dan bakat maupun organisasi kepemudaan.
- Mendedikasikan diri kepada Bangsa Indonesia dengan turut serta membangun kualitas masyarakat baik dari segi pendidikan, ekonomi, politik, dan penanaman moral seperti kejujuran, gotong royong, saling menolong dan lain-lain.
Kiat-kiat yang pertama secara khusus
lebih menekankan upaya membangun
relasi sebagai unsur modal sosial jaringan, yang kedua dimaksudkan untuk menumbuhkan kembali kepercayan (trust
building) masyarakat terhadap pemuda – unsur modal sosial
kepercayaan, dan yang ketiga lebih mengoptimalkan
unsur-unsur nilai dan norma di masyarakat. Selain itu, secara khusus darma bakti kepada Bangsa Indonesia baik darma pendidikan dan
pengajaran, dan darma tanggung jawab moral mampu direfleksikan ketiga kiat-kiat
tersebut.
Pada pokoknya baik ketiga kiat-kiat yang saya utarakan maupun yang masyarakat inginkan akan berusaha
mengoptimalkan potensi modal sosial pemuda dalam membantu masyarakat Indonesia melaksanakan Darma Baktinya yang bersinergi dengan aspek ke-ilmuan,
ke-Agamaan dan ke-Indonesiaan. Dengan demikian, diharapkan para pemuda
mampu menghasilkan pemuda yang sadar dan paham atas fakta dan gejala
permasalahan sosial serta mampu memecahkannya dengan bersandar kepada teori dan
aplikasinya. Singkatnya, diharapkan Bangsa
Indonesia mampu menghasilkan pemuda sebagai agen perubahan seiring dengan prediksi adanya bonus demografi
di tahun mendatang.
No comments:
Post a Comment