Mereka bilang kamu cantik; “andai
badanmu lebih langsing lagi, lemak di perutmu masih menggelambir, kamu wajib
diet, potong jatah makanmu, olahraga setiap sore tapi terlalu ceking juga gak
enak dipandang kamu kelihatan seperti orang sakit dan kurang gizi”.
Mereka bilang kamu cantik; “andai
riasan wajahmu gak terlalu menor, cantik itu mesti terlihat natural tapi
natural bukan berarti bebas dari make up nanti wajahmu pucat siapa yang mau
menatap”.
Mereka bilang kamu cantik; “andai
kulitmu putih eh tapi jangan terlalu putih nanti pucat seperti mayat”. “Kamu cantik juga andai terlihat
eksotis tapi jangan terlalu banyak berjemur nanti kulitmu malah cokelat kumal
bahkan hitam dan sudah pasti itu gak cantik”.
Mereka bilang kamu cantik; “andai
rambutmu hitam berkilau dan lurus, rambut keriting membuat wajahmu jadi terlihat
bulat, kamu gak cocok rambut panjang wajahmu terlihat tenggelam eh tapi jangan
dipotong terlalu pendek, rela dikira cowok? Kenapa ngga tampil trendy dengan
rambut diwarnai? Eh tapi hindari warna ini atau itu yah terlalu ngejreng kayak
lampu neon”.
Tampilan rambut menjadi salah satu
bagian dari perempuan yang kerap mendapat perundungan. Si keriting, si gimbal,
si keribo, dengan entengnya mereka memberikan julukan itu. Coba bayangkan
betapa menjenuhkannya bila semua perempuan harus punya rambut yang lurus hitam
dan panjang. Tak ada yang harus seragam pada penampilan kita, kita dibekali
sesuatu yang seringkali lebih cantik dari yang kita duga.
Kamu yang keriting keribo atau
memutuskan potongan rambut super pendek, kenapa harus terganggu dengan
ekspektasi orang lain? Kekayaan ekspresi itu punya pesonanya sendiri. Toh
fungsi rambut tak sekedar estetika belaka melainkan identitas yang melekat
kuat, warna rambut menggambarkan kepribadian, gaya rambut menunjukkan
keseharian bahkan seuntas rambut bisa mengungkapkan asal usul kita sebenarnya.
Rambut bukan benar-benar mahkota apabila perempuan tidak bisa percaya diri
mengekspresikannya.
Mayoritas perempuan ingin tampil
cantik dan tak ada yang salah dengan itu, yang penting jangan mau didikte oleh
ukuran cantik yang dibuat orang lain, ambil definisi kecantikanmu sendiri.
Standar kecantikan yang tak memanusiakan kita sebagai perempuan sudah
seharusnya ditinggalkan. Yang lebih penting lagi sudah saatnya kecantikan
diperluas tidak hanya tentang sesuatu yang bersifat bawaan dari lahir karena
itu akan membuat kecantikan semata kata benda, kecantikan seharusnya juga kata
kerja.
Seseorang menjadi cantik karena
tindakannya, karena perbuatannya, karena aktivitasnya. Barang siapa yang mampu
berbuat baik kepada sesama, sanggup menggerakan sekitar untuk melakukan hal-hal
bajik, bisa memperlihatkan kerja-kerja konkrit yang mengubah dan menggugah
itulah secantik-cantiknya perempuan. Kecantikan tak semata kualitas bawaan yang
melekat pada seseorang melainkan juga energy yang menyebar dan dirasakan
disekelilingnya. Dengan itulah kecantikan akhirnya menjadi berdampak. Cantik
itu berani punya mimpi dan ambisi tapi juga kemurahan hati dan empati. Sebab
perempuan memang bukan pemandangan dan kecantikan bukan untuk diperlombakan.
No comments:
Post a Comment