Sunday, August 12, 2018

Pilpres 2019, Perempuan Gagal Fokus


Tahun ini kita memasuki tahun politik yang khas dengan hajatan Pemilihan Presiden (Pilpres), di saat yang sama partai-partai politik akan mengajukan bakal calon legislatif  DPR, DPD dan DPRD yang akan bertarung dalam pemilu mendatang.


Usai Joko Widodo mengumumkan bahwa Ma’ruf Amin yang menjadi calon pendampingnya dalam Pilpres 2019, banyak komentar positif maupun negatif. Tak tertinggal bahwa banyak perempuan yang merespon ini, tentunya ini menjadi cerminan bahwa perempuan memiliki tensi politik yang tinggi menyambut pesta demokrasi di tahun 2019 mendatang.


Perempuan riuh dengan pertanyaan “mengapa Ma’ruf Amin sepakat digandeng oleh Joko Widodo?” Adapula yang berkomentar, mengapa Sandiaga Uno meninggalkan DKI untuk naik menjadi calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto?” Ini menjadi isu yang terlalu patriarki apabila perempuan hanya melihat dari sisi koalisi Partai Politik pada kontestasi Pemilu 2019.


Mengapa tidak kita buat tanda tanya besar saja, menjadi “mengapa perempuan tidak lagi menjadi seksi untuk dimunculkan sebagai tokoh dalam Pilpres 2019?” Mari kita cermati, apakah kita kekurangan sumber daya politikus perempuan dalam ranah politik sedewa itu? Atau apakah politikus perempuan hari ini justru kurang mumpuni untuk naik dalam kontestasi Pilpres 2019 baik dari segi materi, elektabilitas, sampai kapabilitas? Wallahua’lam ada kekurangan dibagian mana. Tetapi, jangan sampai tensi politik yang perempuan rasakan dan munculkan di tahun politik (khususnya Pilplres 2019) ini, menjadi terlalu gagal fokus dan lupa menerawang dari sisi keperempuanan.


Siapapun calon Presiden dan Wakil Presidennya, baik setuju maupun tidak sepakat, jangan lupakan peran kita sebagai perempuan adalah meningkatkan gagasan serta mengamati apa yang mengganjal dari kita sebagai Perempuan dalam ranah politik. Justru jadikan tindakan affirmative 30% bangku untuk perempuan di ranah legislatif tidak hanya menjadi tindakan prosedural bagi seluruh partai politik. Beri suntikan positif bagi para perempuan yang memang terjun dalam ranah politik untuk berani menjadikan partai politik sebagai instrumen kaderisasi dan juga harus berkomitmen dalam menerapkan 30% bangku tersebut guna peningkatan kualitas kerja perempuan dan keterwujudan demokrasi.


Sehingga kedepannya, perempuan tidak hanya menuntut wadah, melainkan perempuan memanfaatkan semaksimal mungkin bangku 30% dalam kancah pemerintahan. Serta gagasan mengenai kesetaraan Gender tidak lagi membahas mengenai kuantitas, melainkan peningkatan kualitas dari dalam diri perempuan.


Sekali lagi, khususnya bagi para perempuan jangan terlalu terlena hingga gagal fokus melihat gejolak Pilpres 2019, karena dalam dunia politik, tentu dianggap biasa ketika Sang Nasionalis bergandengan dengan Sang Agamis. Ada tamparan keras bagi kita para perempuan dengan kenyataan bahwa perempuan masih belum mumpuni atau bahkan belum dipertimbangkan untuk naik dalam kontestasi tingkat dewa luar biasa ini. mari kita telaah dan cermati, lalu intropeksi bersama.

No comments:

Post a Comment

Tentukan Sendiri Definisi Cantikmu

  Mereka bilang kamu cantik; “andai badanmu lebih langsing lagi, lemak di perutmu masih menggelambir, kamu wajib diet, potong jatah makanmu,...