Thursday, April 18, 2019

MENJAGA KEWARASAN


                Akhir-akhir ini banyak hal bikin gue sadar bahwa menjaga kewarasan itu perlu ditengah maraknya moment PEMILU kaya gini. Tapi ya hamba ini siapa bisa kasih kesadaran buat netizen yang budiman. Selama kuliah Studi Sosiologi yang idealnya pengamat-solusi, betapa stress nya mendapati kenyataan hidup bermasyarakat ngga semudah analisa teori klasik sampai dengan modern, ngga semudah teori Durkheim soal Struktural Fungsionalisme, ngga semudah teori Robert K. Merton tentang Role Model, ngga semudah gue belajar Civic Education sama Pak Ubay yang nilai gue selalu A setiap tulis essay (ish sombong banget gila! wkwk), dan lain sebagainya. Ini yang gue bilang betapa sulit implementasinya.
                   Buat yang mau baca jangan dulu misuh-misuh. Gue bukan mau ngomongin politik atau sok bahas teori kok. (Gue udah jarang baca buku soalnya, hahaha). Oh ya, yang mau bilang gue liberal ya monggo. (sebelum dihujat, haha). Gue kasih sadar buat teman-teman semua yuk mari kita jaga kewarasan ini sama-sama, terkadang sadar/tidak kita ini sukar berpikir dan abai akal sehat. [1]Buat yang udah baca tulisan gue soal “Stop Jadi Partisipan Politik yang Afektif” semoga bisa kasih pandangan ke semua ya.
                   [2]Ada hal yang buat gue merasa miris ketika musim Pilpres ini datang. Miris karena gue melihat banyak masyarakat Indonesia yang minim apresiasi sama Pak Jokowi yang saat ini masih menjabat sebagai Presiden RI. Gue pribadi ngga begitu addict sama kedua paslon ini, ya gue melihat dengan objektif bahwa keduanya berkualitas dengan bidangnya masing-masing. Percaya atau engga, ngga ada satupun pemimpin yang ngga mengecewakan. Pasti ada sisi baik buruknya. Gue juga yakin, ngga ada pemimpin yang niat memimpin setengah-setengah, ngga ada pemimpin yang sengaja ngecewain rakyatnya. Kalau kita ngga bisa memuji, minimal jangan hanya lihat kurangnya aja.
                   Perlu tahu, ngga sedikit dari kita yang gondok, kesel, emosi sampai eneq lihat comment netizen bak pengamat politik senior, bermunculan kritis musiman yang aduhai kata dan kalimatnya, juga perbedaan yang memecah belah. Tapi kalau melulu membalas makin panas, pun dengan kasih solusi tak akan menyudahi. [3]Ada hal yang bikin gue sadar bahwa sebenarnya netizen/rakyat ini juga korban. Loh iya, kenapa?
                   Sedikit kasus, satu waktu nyokap gue diundang oleh salah satu partai politik untuk kampanye calegnya. Tetiba pulang dari acara tersebut, nyokap terprovokasi langsung menyodorkan beberapa kalimatnya yang menurut gue itu black campaign dari partai itu. (ada lah partainya gue ngga akan menyebutkan disini). Mau tahu hal apa yang gue lakuin? Gue baru bilang “ma, mama ngga boleh kaya gitu. Belum tahu kebenarannya. Coba mama…” belum selesai gue ngomong disemprot gue “kamu tuh ya lama-lama kamu tuh ngga bener tau gak pandangannya, percuma shalat sama ngaji kalau ikut sesat pilih *tetooot* (sensor ya monmaap, hahaha)” sulit gak tuh kasih penyadaran coy ! Pengin marah tapi ya gimana gue anak beliau emak. Gue bisa dilaknat sama Yang Maha Kuasa karena durhaka cuma gara-gara itu kan. Hehe. Anyway, nyokap ini tidak berpendidikan tinggi, dirumah jaga cucu, masak, ikut arisan ibu-ibu dan pengajian ke beberapa tempat, ya temannya itu-itu lagi bergelut di lingkungan dengan sudut pandang yang sama.
                   Hal ini yang buat gue paham bahwa [4]kita juga ngga bisa judge, kita harus lihat dahulu latar belakang orang itu bagaimana dan seperti apa. Pasti banyak netizen diluar sana yang sama seperti nyokap gue, maka muncul deh pendukung A, B, C dengan saling hujat. Oleh karena itu, betapa elite politik kita saat ini juga harus bebenah diri, jangan menyodorkan statement yang provokatif. Mbok ya kasihan toh Rakyatnya. Kalau ada yang Tanya “terus gimana hil dengan sosok yang berpendidikan tinggi, tokoh masyarakat, bahkan pemuka agama ada loh yang saling hujat karena beda pilihan?” [5]Menurut gue ya balik lagi konteks di awal, pahami bahwa mereka ini kan para pendukung ya mereka ikut euphoria dari sosok yang mereka pilih. Maka dengan jelas gue bilang para pendukung juga harus cerdas, ngga gampang diprovokasi elite.
                   Intinya, setiap pertarungan politik ini elite itu berpengaruh banget menjaga kondisi tetap aman dan kondusif. Kita tunggu hasil KPU, dan seharusnya para elite ini ngga kasih statement apapun yang provokatif. Kenapa? kasihan rakyat dibawah, mereka mudah sekali terprovokasi[6]. Sekali lagi, kalau ada kalimat yang provokatif keluar dari elite kita sorakin aja yuk bareng-bareng elitnya (Hahaha). Rakyat cuma korban kok, jadi menjaga kewarasan juga dengan stop nyinyir para pendukung Prabowo-Sandiaga dan Jokowi-Ma’ruf ya. Hehehe.


[1] One Of Menjaga Kewarasan
[2] Pahami Menjaga Kewarasan
[3] Substansi Menjaga Kewarasan
[4] Kiat Menjaga Kewarasan
[5] Sederhana Menjaga Kewarasan
[6] Intisari Menjaga Kewarasan

Tentukan Sendiri Definisi Cantikmu

  Mereka bilang kamu cantik; “andai badanmu lebih langsing lagi, lemak di perutmu masih menggelambir, kamu wajib diet, potong jatah makanmu,...