Akhir-akhir
ini banyak hal bikin gue sadar bahwa menjaga kewarasan itu perlu ditengah
maraknya moment PEMILU kaya gini. Tapi ya hamba ini siapa bisa kasih kesadaran
buat netizen yang budiman. Selama kuliah Studi Sosiologi yang idealnya pengamat-solusi,
betapa stress nya mendapati kenyataan hidup bermasyarakat ngga semudah analisa teori
klasik sampai dengan modern, ngga semudah teori Durkheim soal Struktural
Fungsionalisme, ngga semudah teori Robert K. Merton tentang Role Model, ngga
semudah gue belajar Civic Education sama Pak Ubay yang nilai gue selalu A
setiap tulis essay (ish sombong banget gila! wkwk), dan lain sebagainya. Ini yang gue bilang
betapa sulit implementasinya.
Buat yang mau baca jangan
dulu misuh-misuh. Gue bukan mau ngomongin politik atau sok bahas teori kok. (Gue
udah jarang baca buku soalnya, hahaha). Oh ya, yang mau bilang gue liberal ya
monggo. (sebelum dihujat, haha). Gue kasih sadar buat teman-teman semua yuk
mari kita jaga kewarasan ini sama-sama, terkadang sadar/tidak kita ini sukar
berpikir dan abai akal sehat. [1]Buat
yang udah baca tulisan gue soal “Stop Jadi Partisipan Politik yang Afektif”
semoga bisa kasih pandangan ke semua ya.
[2]Ada
hal yang buat gue merasa miris ketika musim Pilpres ini datang. Miris karena
gue melihat banyak masyarakat Indonesia yang minim apresiasi sama Pak Jokowi
yang saat ini masih menjabat sebagai Presiden RI. Gue pribadi ngga begitu
addict sama kedua paslon ini, ya gue melihat dengan objektif bahwa keduanya
berkualitas dengan bidangnya masing-masing. Percaya atau engga, ngga ada
satupun pemimpin yang ngga mengecewakan. Pasti ada sisi baik buruknya. Gue juga
yakin, ngga ada pemimpin yang niat memimpin setengah-setengah, ngga ada
pemimpin yang sengaja ngecewain rakyatnya. Kalau kita ngga bisa memuji, minimal
jangan hanya lihat kurangnya aja.
Perlu tahu, ngga sedikit dari
kita yang gondok, kesel, emosi sampai eneq lihat comment netizen bak pengamat
politik senior, bermunculan kritis musiman yang aduhai kata dan kalimatnya,
juga perbedaan yang memecah belah. Tapi kalau melulu membalas makin panas, pun dengan
kasih solusi tak akan menyudahi. [3]Ada
hal yang bikin gue sadar bahwa sebenarnya netizen/rakyat ini juga korban. Loh
iya, kenapa?
Sedikit kasus, satu waktu
nyokap gue diundang oleh salah satu partai politik untuk kampanye calegnya.
Tetiba pulang dari acara tersebut, nyokap terprovokasi langsung menyodorkan
beberapa kalimatnya yang menurut gue itu black campaign dari partai itu. (ada
lah partainya gue ngga akan menyebutkan disini). Mau tahu hal apa yang gue
lakuin? Gue baru bilang “ma, mama ngga boleh kaya gitu. Belum tahu kebenarannya. Coba
mama…” belum selesai gue ngomong disemprot gue “kamu tuh ya lama-lama kamu tuh
ngga bener tau gak pandangannya, percuma shalat sama ngaji kalau ikut sesat
pilih *tetooot* (sensor ya monmaap, hahaha)” sulit gak tuh kasih penyadaran coy
! Pengin marah tapi ya gimana gue anak beliau emak. Gue bisa dilaknat sama Yang
Maha Kuasa karena durhaka cuma gara-gara itu kan. Hehe. Anyway, nyokap ini tidak
berpendidikan tinggi, dirumah jaga cucu, masak, ikut arisan ibu-ibu dan
pengajian ke beberapa tempat, ya temannya itu-itu lagi bergelut di lingkungan
dengan sudut pandang yang sama.
Hal ini yang buat gue paham
bahwa [4]kita
juga ngga bisa judge, kita harus lihat dahulu latar belakang orang itu bagaimana dan
seperti apa. Pasti banyak netizen diluar sana yang sama seperti nyokap gue,
maka muncul deh pendukung A, B, C dengan saling hujat. Oleh karena itu, betapa
elite politik kita saat ini juga harus bebenah diri, jangan menyodorkan
statement yang provokatif. Mbok ya kasihan toh Rakyatnya. Kalau ada yang Tanya “terus
gimana hil dengan sosok yang berpendidikan tinggi, tokoh masyarakat, bahkan pemuka
agama ada loh yang saling hujat karena beda pilihan?” [5]Menurut
gue ya balik lagi konteks di awal, pahami bahwa mereka ini kan para pendukung
ya mereka ikut euphoria dari sosok yang mereka pilih. Maka dengan jelas gue
bilang para pendukung juga harus cerdas, ngga gampang diprovokasi elite.
Intinya, setiap pertarungan
politik ini elite itu berpengaruh banget menjaga kondisi tetap aman dan
kondusif. Kita tunggu hasil KPU, dan seharusnya para elite ini ngga kasih statement
apapun yang provokatif. Kenapa? kasihan rakyat dibawah, mereka mudah sekali
terprovokasi[6]. Sekali
lagi, kalau ada kalimat yang provokatif keluar dari elite kita sorakin aja yuk bareng-bareng
elitnya (Hahaha). Rakyat cuma korban kok, jadi menjaga kewarasan juga dengan stop
nyinyir para pendukung Prabowo-Sandiaga dan Jokowi-Ma’ruf ya. Hehehe.
No comments:
Post a Comment