Friday, July 19, 2019

Relasi Personal


Beberapa kali ngisi materi analisis gender dalam sebuah pelatihan atau diskusi biasa, biasanya yang saya temukan pertama kali adalah penolakan.

Kebanyakan laki-laki yang menolak dengan anggapan bahwa konsep keadilan gender ini sangat mengada-ada dan wis ora jelaslah. Perempuan dianggap menjadi satu-satunya makhluk yang mendapat keuntungan dari konsep keadilan gender. Perempuan, satu sisi mau diistimewakan tapi disisi lain banyak nuntut. Kira-kira begitulah anggapan mereka yang menolak ini.

Setelah saya cek dan recek mereka ini adalah korban dari budaya patriarki itu loh. Baik dalam keluarga maupun relasi personal.
Kita bahas bagaimana sebenarnya pola relasi personal yang baik antara laki-laki dan perempuan, kuy?

Konsep keadilan gender kan sederhananya bagaimana kita saling memanusiakan manusia. Sulit? oh tentu. Isu gender ini memang lebih gampang dan enak diomongin dan didiskusiin doang kok. Aseli deh. Kalau buat praktek? Berat. Banget.

Ketika memutuskan untuk berelasi dengan laki-laki sedari awal biasanya saya coba untuk bagikan apa yang jadi prinsip dan nilai yang saya anut, semuanya harus pro pada kesetaraan dan terbuka.

Berasal dari keluarga muslim yang tradisional yang cukup fundamental dan juga “patriarki”, saya mengalami loh masa-masa dipaksa “perempuan itu harus bisa masak”, “perempuan itu harus rapih”, “perempuan itu harus lembut dan semacamnya”.

Dulu, mana saya paham apa itu patriarki dan gender. Dari kecil saya dirawat oleh mama saya yang keras bukan main. Dia bilang “perempuan itu harus mandiri, harus bisa cari uang sendiri jangan cuma nadah sama laki”. Pesan itu yang saya ingat sampai sekarang. Gimana satu sisi mereka sangat bias dan patriarki tapi disisi lain mereka berusaha mendobrak batas-batas yang telah lama dilekatkan pada anak gadis. Oh iya, mereka mendukung saya dan anak-anaknya sekolah sampai universitas. Mamake yang lulusan SD mana paham gender dan patriarki.

Entah sejak kapan, saya mulai biasa melakukan beberapa hal ini ketika sedang berelasi dengan lawan jenis. Menurut beberapa orang ini tak biasa tapi ini membantu sekali agar kita terhindar dalam  hubungan yang toxic.

1. Bayar pake uang sendiri pas nge-date

Saya pernah beberapa kali kena protes teman perempuan, “kok dia gak bayarin sih”, “duh pelit ah hil, jangan”, “hari gini masih ada aja cowok gak modal ya”. Dan banyak lagi cuap-cuap mereka yang intinya aneh kenapa saya selalu mau keluar uang sendiri kalau lagi jalan sama gebetan.

Pertanyaannya, emang sejak kapan laki-laki harus bayarin ongkos nge-date kita? Sejak kapan laki-laki jadi makhluk tercela? Sejak kapan laki-laki gak boleh bokek?

Jika kita kasih standarisasi bahwa setiap laki-laki harus bayarin pas nge-date. Maka kita perempuan sedang mengamalkan budaya patriarki ini. iya kita sedang membuat laki-laki juga jadi korban loh.

Kalau hari ini kita memaksa laki-laki untuk selalu siap sedia ngeluarin duit buat ongkos makan, jajan dan lain-lain, besok lusa laki-laki akan memaksa perempuan untuk bisa masak, nyapu, ngepel dan lainnya.

Gue selalu berinisiatif untuk bayar ongkos nge-date, apakah kemudian nanti si cowoknya gak mau, ya kita tinggal berbagi. Saya bayarin makan  cowoknya bayarin nonton misalnya. Intinya jangan membebankan urusan ekonomi pada laki-laki.

Sederhana ya ,bayarin makan doang mah gampang. Pada kenyataannya sulit loh. Banyak juga laki-laki yang gak mau dibayarin sama cewek. Superioritas yang dilekatkan pada laki-laki membuat harga dirinya terluka kalau dibayarin. Padahal itu suatu saat akan memberatkan dirinya sendiri.

Inget kampanye nikah muda beberapa waktu lalu?
Bokek? Nikah.

Emang nikahnya sama mesin ATM yang gak pernah kosong wkwkwk.
Saya yakin kok, laki-laki yang open minded juga mau punya pasangan yang selain pekerja keras juga mandiri secara ekonomi.

2. Ngomong Oy !

“Harusnya kan dia peka hil!”
“gue udah kasih kode, dia nya aja bego!”
“dia tuh gak peka!”

Itu beberapa curhatan teman perempuan saya kalau mereka berantem sama pacarnya. Begini sahabat, kalian ini mau pacaran sama cowok atau peramal sebenarnya? Yang bisa ngerti tanpa dikasih tau atau dapat penjelasan.

Menjadi pihak yang selalu ingin dimengerti tanpa kasih penjelasan itu juga gak fair buat laki—laki. Mari biasakan untuk ngomong maunya apa! Kenali dan pahami diri sendiri dan bantu orang lain untuk pahami diri kita kemudian belajarlah untuk saling memahami.

Ngomong kalau mau dimanja, ngomong kalau mau makan disana, ngomong kalau mau dielus kepalanya, bilang kalau mau ndusel *loh, hahaha intinya NGOMONG !
Ayolah, perlakukan partner mu sebagai manusia biasa bukan superhero dan paranormal yang bisa tau mau kita tanpa ngomong.

Perempuan kerap dianggap inferior dan pihak yang pasif dalam sebuah hubungan.
Saya akui untuk kita perempuan terbiasa berbicara atas apa yang kita pikirkan dan inginkan itu sulit bukan main. Bagaimanapun perempuan punya pengalaman khas perempuan soal bagaimana budaya patriarki telah merugikan kita sejak lama. Direpresi ide dan gagasannya bahkan hasrat seksualnya sekalipun salah satu warisan budaya patriarki yang perlu kita dobrak bareng-bareng.

Untuk laki-laki, jika partner perempuan mu adalah makhluk yang biasa bilang ‘’terserah’’ untuk hal apapun tapi kemudian misuh-misuh sendiri, ayo latih dia untuk terbiasa berargumen. Tanya pendapatnya, hargai opininya, dengarkan ide dan gagasannya.
Untuk kita perempuan yang masih susah ngomong apa yang kita inginkan, ayo sama-sama belajar dan kita lawan rasa takut itu ya! Kita pasti bisa !

3. Berhentilah melakukan sesuatu dengan alasan ‘’…..saya kan perempuan, saya kan laki-laki…..”

Intinya berhentilah jadikan alasan karena kita perempuan dank arena kita laki-laki untuk melakukan sesuatu. Misal untuk urusan masak-memasak, “kamu masakin aku lah, perempuan itu harus bisa masak”. Urusan antar jemput, “sayang jemput dulu dong, kamu kok cowok gak sigap banget”. Padahal cowoknya lagi nanggung main PUBG.

Pun urusan bayarin makan, angkat galon, urusan peka gak peka, urusan semua lah. Prinsipnya, berelasilah dengan seseorang dengan niat memanusiakan manusia tadi.
Misalnya, urusan masak, nyapu, ngepel yang dulu selalu diafiliasi dengan perempuan, kan sebenarnya jikapun itu dilakukan oleh laki—laki gak masalah toh?

Ohiya tapi untuk mengurus diri sendiri menurut saya juga basic banget untuk kita bertahan hidup sih. Gak peduli lu punya penis atau vagina.
Cewek gakbisa masak? Gapapa.
Cowok gakbisa nyetir? Gapapa.

Berelasilah dengan saling mengakui kekurangan dan kelebihan satu sama lain dan selanjutnya tentu saja untuk mengasah potensi diri satu sama lain.

Jangan ada batasan, karena kita perempuan maka harus ini dan itu. Karena dia laki-laki maka harus bisa ini dan itu. Suatu saat, kalau kita terus pakai pola ini, kita akan dipaksa memenuhi standar keharusan tadi.

Jadi, kita mulai semua dengan setara dan bermartabat ya. Bisa kan?

Thursday, July 11, 2019

Fenomena Iri Hati, Dengki, Julid, Nyinyir

Jadi kita akan mulai bahas, bagaimana fenomena iri hati dengki lalu nyinyir kemudian julid ini bermula dan berakhir.

Kayaknya hampir semua orang mungkin pernah ada pengalaman iri sama orang lain. Entah disebabkan oleh apa. “Kok dia enak banget sih kerjanya” “dia apaan sih kerjanya??” “padahal dia ngga pinter banget, tapi kok bisa ya?”

Dari iri hati dengki, nyinyir sampai akhirnya jahat banget? Pernah nemu yang begini?
Gue juga pernah kok iri hati sama beberapa teman gue yang kelihatannya udah keren dan sukses banget. Setiap kali ada teman gue yang lagi lanjut studi lagi, pasti dalam hati gue kadang suka “nyesss” alias iri kok orang lain udah bisa ya, gue kapan dong. Apalagi ini masih skripsi woy ! hahaha. Sebagai anak kedua yang harus menyelesaikan studinya di kampus, pernah ada moment dimana setres lihat kesuksesan orang lain. Pernah ngalamin? Santai kalian gak sendirian. Hahaha

Sampai akhirnya, ada satu moment yang gue inget. Beberapa teman sering main ke tempat tinggal gue. Mereka datang kadang buat ngehibur gue sampai ujung-ujungnya ya cerita kehidupan mereka juga.

Pernah yang gue inget satu moment teman gue pernah main dan kita ngobrol ngalor – ngidul sampailah ke topik bagaimana mereka sangat amat mengkhawatirkan besarnya biaya pernikahan di masa depan.

Itu gabut banget aseli, tapi gue yang biasanya kenal mereka sewoles dan santai abis hidupnya, saat yang lain masih sibuk huru-hara mereka dengan serius sudah bahas begituan. Respon gue? Ya nyimak aja cuy ! wkwk

Setelah gue simak juga, akhirnya gue sadar setiap orang punya hal-hal yang mereka risaukan sendiri dan ada pula yang jadi prioritas mereka. Semua itu akhirnya yang menentukan sistem atau mekanisme kehidupan apa yang dipilih orang tersebut.

Makin kesini, gue makin sering denger cerita kehidupan pahit beberapa teman gue yang dulu gue sangat idamkan dan kadang bikin gue iri hati tadi.
Aseli, semua orang hidup dengan cara dan porsinya masing-masing ini bener banget.

Terus iri hati dengkinya gimana?

Menurut gue, perasaan iri hati itu akan selalu ada saat kita tidak pernah merasa cukup. Terus apa itu salah? Tergantung. Kalau iri hati dengki yang bikin kita akhirnya jadi jahat sama orang lain, ya dipikir saja sendiri masa jahatin orang lain gak salah.

Tapi kalau iri hati itu jadi pemicu untuk kita terus bekerja keras sampai titik darah penghabisan, ya selamat berjuang !

Tapi akhirnya gue juga punya mekanisme hidup yang sehat jiwa dan raga sendiri yang bikin gue semakin mengurangi dan menghindari untuk iri hati dengki julid sama orang lain.

Misalnya, kalau gue sampai pada moment yang lebih sering iri lihat kesuksesan orang lain sampai akhirnya gelisah dan ngga senang saat orang lain senang alias julid berarti itu gue berpikir kalau gue lagi sakit. Sakit dalam artian bahwa hidup gue lagi penuh aura negatif. Pernah ngga kalian begini? Kalau sudah begini kalian ngapain?

Kalau sudah begitu, biasanya hilda akan healing dengan cara hilda sendiri:

1. Gue akan gunakan waktu gue untuk sendirian, entah itu baca buku bacaan yang gue suka, jalan-jalan di mall, nongkrong di cafe atau dimanapun.
2. Setelah itu gue akan ketemu banyak orang yang selama ini gue kenal baik karena sering membawa aura positif.
3. Kalau ketemu orang lain terlalu melelahkan, kadang gue akan tidur dan bangun untuk akhirnya berrefleksi hal-hal apa saja yang telah dilalui selama ini.

Ada lagi?

Moment refleksi ini yang amat sangat penting. Dari sanalah gue mulai mengingat kembali apa saja hal yang sudah gue lakuin, capaian apa yang belum diraih, planning mana yang terlalu jauh dari target dan harus segera punya planning baru dan hal-hal lainnya yang bikin gue berpikir bahwa waktu gue terlalu berharga untuk sibuk iri hati dengki sama orang lain.

Selain itu, gue juga yakin kok mereka yang iri hati dengki nyinyir julid sampai jahat adalah mereka yang GAK ADA KERJAAN atau punya banyak waktu luang sampai punya  banyak waktu untuk lakuin hal-hal tadi. Iya gak sih?

Intinya begitulah. Toh gue juga bukan orang yang selalu nerima keadaan kok, kadang gue juga mengutuk kerasnya kehidupan dan ketidakadilan yang fana ini kok. Hehehe.

Tapi akhirnya, tentu saja keputusan harus diambil. Kita boleh saja merasa tidak cukup terus menerus, tapi saya sendiri memutuskan untuk sedikit-dikitnya mulai coba bersyukur. Kalau ngga begitu, lama-lama saya bisa gila. Banyak banget yang dimau. Hehehe.

Oh iya, jangan ragu melepaskan pertemanan yang tidak berjalan baik dan penuh kemunafikan serta iri hati dengki yang berujung jahat.

Gue biasanya kalau iri sama orang lain atau teman, gue orang yang akan ngomong langsung sih. Biar apa? Ya biar gue tahu lah gimana itu orang bisa sukses begitu kan. Hahaha

Tapi beberapa waktu lalu, gue menemukan fakta ada orang yang deket sama gue ternyata menyimpan iri hati dengki dan bikin gue jauh dan hampir kehilangan seseorang yang cukup penting dihidup gue. Ini buat gue jahat sih aseli.

Jadi, yasudahlah. Mekanisme pertemanan yang selama ini gue jalin berarti tidak berfungsi dengan baik, pilihannya ya pertemanannya gak perlu diteruskan.
Sedih ? kecewa ? sampai rasanya hilang karena mati rasa. Hahaha. 

Tentukan Sendiri Definisi Cantikmu

  Mereka bilang kamu cantik; “andai badanmu lebih langsing lagi, lemak di perutmu masih menggelambir, kamu wajib diet, potong jatah makanmu,...